• Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 10 Tahun 2003 tentang Pencegahan Maksiat

    Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah

    Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan

     

     

    Nama Kebijakan:

    Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 10 Tahun 2003 tentang Pencegahan Maksiat

     

    Kriteria Prinsip

    Pemenuhan Indikator

    Keterangan

    Ya

    Tidak

    Konstitusionalitas dan Kesesuaian dengan UU

    Komentar

    1.      Filosofis

    1.1  Keadilan* 

     

    X

    Pasal 6 (Pencegahan perkosaan dan Pelecehan Seks): (1) Setiap perempuan di larang berjalan sendirian atau diluar rumah tanpa ditemani muhrimnya pada selang waktu pukul 24.00sampai dengan pukul 04.00, kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. Pengaturan pembatasan perempuan untuk mendapatkan akses sosial atau publik dengan membatasi perempuan untuk tidak keluar malam. Aturan pada Pasal 6 Ayat 1 membedakan perempuan, dibandingkan laki-laki, di hadapan hukum.

     

    Aturan Bertentangan dengan Hak atas kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan.  Pengaturan ini bertentangan dengan

    ·         Pasal 27(1), 28 D (1) UUD NRI Tahun 1945. Pasal 1, 2,3,4,5,7,8, 15 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

    ·         Pasal 1, 3(2),4,5 (1),6,7,45,52,66 (b) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

    ·         Pasal 3,14,16, 25, 26  Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.

    Pasal 3 (Pencegahn Zina): (1) Setiap Laki-laki dan Perempuan secara bersama-sama atau berpasangan yang bukan suami isteri dilarang berada ditempat atau waktu tertentu yang tidak patut menurut norma agama, kesusilaan dan adat distiadat. (2) Dilarang bagi setiap laki-laki bersama dgn perempuan yg bukan isterinya,atau perempuan yang bukan suaminya. larangan pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami isteri menimbulkan ketidak pastian hukum atas hak bebas memilih termasuk hak asasi.  Pengaturan ini bertentangan dengan asas kepastian hukum. Pengaturan ini bertentangan dengan

    *         Pasal 28D (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

    *         Pasal 1,2,3,4,5,13,14 15,16 Undang-Undang No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

    *         Pasal 1.1, 3(2) 17,18,19, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

    *         Pasal 6(i) Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

    *         Pasal 138 (i) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Indonesia

     

     

    1.2 Pengayoman dan Kemanusiaan*

     

    X

    Pengaturan pembatasan perempuan keluar malam, merupakan pembatasan yang dilakukan negara untuk perlindungan kepada perempuan. Perindungan yang diberikan justru membatasi hak perempuan dan diskriminasi terhadap perempuan. Pengaturan ini bertentangan Hak atas perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif, yang dijamin dalam pasal 28I(2) UUD NRI Tahun 1945. Pasal 1,2,3,4,5,13,14 15,16 Undang-Undang No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

     

     

    1.3 Negara Kesatuan Republik Indonesia

     

    X

    Dasar pertimbangan Perda ini didasarkan bahwa Provinsi Gorontalo merupakan daerah adat ke-9 dari sembilan daerah hukum adat di Indonesia yang memiliki budaya dan landasan filosofi adat bersendikan syara, syara bersendikan kitabullah. Pengaturan ini tidak memperhatikan keragaman penduduk atas keragaman dalam agama karena sumber perda di dasarkan pada adat basandi syarak, dan kitabullah.

    Hal ini bertentangan dengan Asas  kenusantaraan yang diatur dalam Pasal 6(e) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah bahwa  setiap  Materi  Muatan  Peraturan  Perundang undangan  senantiasa  memperhatikan  kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan  yang dibuat di  daerah merupakan bagian  dari  sistem  hukum  nasional  yang  berdasarkan Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik Indonesia Tahun 1945.

     

    2.     Yuridis

    2.1   Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan* 

     

    X

    Acuan Yuridis tidak mencantumkan UU Nomor 7 Tahun 1984, karena materi muatan perda mengatur tentang perlindungan perempuan

     

    2.2 Kewenangan Pemerintah Daerah*

     

    X

    Pengaturan Pencegahan maksiat adalah pengaturan terkait agama, agama merupakan salah satu kewenangan pusat. Aturan ini tidak sesuai dengan  kewenangan pemerintah daserag (pasal 7 UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).

    Asas bersendikan kitabullah merupakan asas yang mengacu pada ketentuan agama. Pengaturan ini mengganggu kepentingan umum  dan diskriminatif karena meniadakan atas keragaman pendapat dan kelompok.   Hal ini bertentangan dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Kewajiban Kepala Daerah dalam membuat kebijakan.

    (pasal 7 UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah)

    2.3 Relevansi Acuan Yuridis*

     

    X

    Dengan Maksud untuk melindungi, perda ini tidak mengacu pada Undang-Undang yang memberikan jaminan dan perlindungan dari tindakan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, khususnya UU Nomor 7 Tahun 1984.

     

    2.4 Kemutakhiran Yuridis

     

    X

    Landasan hukumnya tidak mencantumkan Undang-Undang yang seharusnya menjadi acuan dalam perlindungan perempuan

    Pasal 50 UU Nomor 10 Tahun 2004 atau sekarang pasal 83 UU Nomor 12 Tahun 2011

    2.5 Kelengkapan Dokumen

     

    X

    Dalam proses pemantauan Komnas Perempuan, tidak tercatat keberadaan naskah akademik bagi perda ini (jika dilihat dari tahun penerbitan maka keberadaan naskah akademis belum menjadi kewajiban perda ini).

     

    3.     Subtantif

     

     

     

     

    3.1 Kesesuaian antara tujuan dan isi*

     

    X

    Dalam pertimbangan menjelaskan bahwa perda ini ditujukan untuk menghilangkan perbuatan maksiat yang dinilai mengganggu ketertiban umum. Tujuan perda ini dapat mengarah pada kriminalisasi terhadap perempuan, karena tidak ada penjelasan untuk mencapai tujuan tersebut, dijabarkan dengan materi muatan yang justru memuat pembatasan yang dapat mengarah pada kriminalisasi terhadap perempuan. Hal ini bertentangan dengan Jaminan atas hak atas rasa aman, Jaminan atas hak atas perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, sehingga tidak sesuai dengan

    * Pasal 28G (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

    * Pasal 1,  2, 3,5,14,15,16 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

    * Pasal 1.1, 1.4, 9(2), 29 (1), 30 (1), 35 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

    * Pasal 2,3,9(1),16 dan Pasal 6(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.

    * Pasal 138 (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintah Daerah.

     

     

    3.2 Kejelasan Subjek dan Objek Pengaturan

     

    X

    Perda ini mengatur persoalan kekerasan terhadap perempuan semata isu moralitas yang mengaburkan objek pengaturan, dan berimplikasi pada kerancuan subjek pengaturan. Hal ini tampak pada pasal-pasal yang secara khusus menyasar pada perempuan.

     

    3.3 Kejelasan prosedur dan birokrasi

     

    X

    Perda ini tidak memuat penjelasan tentang mekanisme koordinasi dan pengawasan pelaksanaan termasuk tata kelola pengaduan masyarakat yang dirugikan akibat aturan ini. 

     

    3.4 Kedayagunaan dan kehasilgunaan*

     

    X

    Pengaturan Pasal 7 Ayat 1 tidak memuat antisipasi pada kemungkinan pelaksanaan yang diskriminatif terhadap perempuan. Sekalipun menyebut “setiap orang”, pengaturan pada persoalan pornografi – serta dikaitkan dengan pasal 6 dimana kekerasan seksual dianggap sebagai akibat dari ulah perempuan- akan menempatkan perempuan sebagai sasaran kriminalisasi atau pelanggar ketentuan yang ada.

    Pasal 2a

    Pasal 5 (d) UU Nomor 10 Tahun 2004

     

    Petunjuk Penggunaan Lembar Klarifikasi

    1. Kriteria yang diberi tanda asterik merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, maka suatu kebijakan dianggap tidak konstitusional dan batal demi hukum.

    -           Perda ini tidak memehuni syarat mutlak yang harus dipenuhi, semua indikatorr syarat mutlak tidak dipenuhi

    1. Kesimpulan

    1.      Kebijakan Konstitusional [.....] di revisi

    2.     Kebijakan Inkonstitusional [√] dibatalkan  

    1. Rekomendasi

    1. Pemerintah Daerah harus membatalkan kebijakan ini

    2. Kemendagri melakukan klarifikasi atas kebijakan ini

           D. Catatan Perbaikan

    -

     

     

    Jakarta, ........2013

     

     

Hasil Klarisifikasi

;