Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah
Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan
Nama Kebijakan:
Peraturan Daerah Kabupaten Way Kanan Nomor 7 Tahun 2001 Larangan Perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila
Kriteria Prinsip |
Pemenuhan Indikator |
Keterangan |
||
Ya |
Tidak |
Konstitusionalitas dan Kesesuaian dengan UU |
Komentar |
|
1. Filosofis |
||||
1.1 Keadilan* |
|
X |
Kata “diduga” dalam pasal 2(1) Bertentang dengan asas kepastian hukum yang dijamin dalam Pasal 28D(2) UUD NRI 1945.
Pengaturan pidana yang ditujukan kepada mucikari tidak sesuai dengan ketentuan KUHP, hal ini bertentangan dengan asas kesesuaian dengan asas lainnya dibidang hukum peraturan perundang-undangan, yang diatur dalam pasal 6 (2) UU nomor 12 Tahun 2011 |
Pasal 2 (1) merupakan kalimat multitafsir “kaa diduga” dapat memberikan peluang pada aparat lapangan untuk menafsirkan hal tersebut sesuai dengan dugaannya. Sehingga tidak ada kepastian hukum mana yang merupakan tingkah laku yang melanggar hukum
Dalam KUHP pemidanaan bukan pada pelacur, tetapi pada mucikari selama 1 tahun penjara, namun dalam perda diatur lebih ringan. |
1.2 Pengayoman dan Kemanusiaan* |
|
X |
Penyebutan kata”pelacur wanita” dalam Pasal 1(g) merupakan bentuk diskriminasi, perempuan ditempatkan sebagai pelacur, yang menjadi objek pengaturan untuk penangkapan. Hal ini bertentangan dengan jaminan hak untuk bebas dari diskriminasi, oleh karena itu pengaturan ini bertentangan dengan: pasal 28I(2) UU NRI Tahun 1945. Bertentangan juga dengan Pasal 1,2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16 UU Nomor 7 Tahun 1984 Bertentangan dengan Pasal 1.1,1.3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Bertentangan dengan Pasal 2.3 UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Pasal 28(a) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 6(1g) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan |
Penyebutan kata Wanita, merupakan diskriminasi jenis kelamin yang menempatkan jenis kelamin perempuan sebagai pelacur, sehingga menjadi objek pengaturan yang berdampak pada kriminalisasi |
1.3 Negara Kesatuan Republik Indonesia |
|
NA |
NA |
|
2. |
||||
2.1 Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan peraturan perundang-undangan* |
|
X |
Pengaturan mengenai Prostitusi yang didalamnya perempuan seringkali menjadi korban atau kelompok rentan, maka penting untuk mengacu pada UU Nomor.7 Tahun 1984 dan UU Nomor 21 Tahun 2007 |
|
2.2 Kewenangan Pemerintah Daerah* |
X |
|
- |
Prostitusi merupakan persoalan sosial yang kompleks yang memerlukan banyak pendekatan, dan kerjasama dengan kelompok masyarakat, terutama terkait dengan jaminan perlindungan. Pendekatan pada kelompok perempuan penting sebagai upaya melindungi dari prostitusi paksa dan perdagangan orang. Bukan justru mengatur pada kriminalisas pada kelompok perempuan |
2.3 Relevansi Acuan Yuridis* |
|
X |
Dalam acuan yuridis tidak menggunakan UU Nomor 7 Tahun 1984 sebagai dasar pertimbangan hukum. |
Pengaturan mengenai prostitusi dimana perempuan menjadi salah satu objek pengaturan, maka harus mengacu juga pada prosedur penanganan perlinudngan terhadap perempuan sehingga terhindar dari tindakan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempua, yang diatur dlam UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Wanita |
2.4 Kemutakhiran Yuridis |
|
X |
Dengan tujuan untuk membangun masyarakat Indonesia yang seutuhnya, sehat sejahtera lahir dan batin berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (pertimbangan) perda ini tidak mengacu pada Undang-Undang yang memberikan jaminan dan perlindungan dari tindakan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, khususnya UU Nomor 7 Tahun 1984. |
|
2.5 Kelengkapan Dokumen |
|
- |
Dalam proses pemantauan Komnas Perempuan, tidak tercatat keberadaan naskah akademik bagi perda ini (jika dilihat dari tahun penerbitan maka keberadaan naskah akademis belum menjadi kewajiban perda ini). |
|
3. Subtantif |
|
|
|
|
3.1 Kesesuaian antara tujuan dan isi* |
|
X |
Dengan tujuan untuk membangun masyarakat Indonesia yang seutuhnya, sehat sejahtera lahir dan batin berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (pertimbangan) perda ini justru mengakibatkan perempuan pada pemiskinan, pemidanaan. Sehingga bertentangan dengan jaminan non diksriminasi Pasal 27(1) dan 28D(1) UUD NRI 1945 Pasal 2, 5(a,f), dan 15 UU Nomor 7 Tahun 1984
|
Perda ini mengandung aturan - Memuat pasal yang membedakan, menghmbat jaminan hak asasi perempuan atas dasar prinsip kesetaraan dengan laki-laki, non diskriminasi (pasal 1g) - menempatkan perempuan sebagai pencetus tindak kekerasan - Menempatkan rumusan pengaturan yang meneguhkan stigma |
3.2 Kejelasan Subjek dan Objek Pengaturan |
|
X |
Pengaturan Prostitusi pada perda ini menempatkan perempuan sebagai objek pengaturan. Seharusnya objek pengaturan kebijakan ditujukan untuk publik. Hal ini bertentangan dengan Jaminan kesamaan dan kedudukan di hadapan hukum. Oleh karena itu pasal ini bertentangan dengan Pasal 28D (1), (3) Pasal 27(1) UUD NRI 1945 |
|
3.3 Kejelasan prosedur dan birokrasi |
|
X |
Perda ini tidak memuat penjelasan tentang mekanisme koordinasi dan pengawasan pelaksanaan termasuk tata kelola pengaduan masyarakat yang dirugikan akibat aturan ini |
|
3.4 Kedayagunaan dan kehasilgunaan* |
|
X |
Pengaturan mengenai prostitusi yang menempatkan perempuan sebagai pencetus masalah, dan stigmatisasi akan sangat merugikan perempuan, dan justru tidak memberikan daya manfaat bagi kehidupan perempuan |
|
Petunjuk Penggunaan Lembar Klarifikasi
- Perda ini tidak memehuni syarat mutlak yang harus dipenuhi, semua indikatorr syarat mutlak tidak dipenuhi
1. Kebijakan Konstitusional [.....] di revisi
2. Kebijakan Inkonstitusional [√] dibatalkan
1. Pemerintah Daerah harus membatalkan kebijakan ini
2. Kemendagri melakukan klarifikasi atas kebijakan ini
D. Catatan Perbaikan
-
Jakarta, ........2013